Tepat 3 Juli 2022, Tamansiswa yang didirikan Raden Mas Suryadi Surya Ningrat atau lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara berusia 100 tahun atau 1 abad.
Tamansiswa yang didirikan pada tahun 1922, awalnya merupakan tempat belajar anak bangsa untuk melawan penjajahan kolonial Belanda, dan membuka pola fikir anak bangsa pada wawasan merdeka, melawan kezaliman demi kemerdekaan negri ini.
Tepat 1 abad Tamansiswa ini, ketua DPRD Sumbar Supardi menerima penghormatan untuk memimpin upacara di perguruan Tamansiswa Padang, dihadiri semua komponen, baik dari pimpinan akademisi, instansi, alumni SD (Taman Muda),SM (Taman Dewasa),SMA (Taman Madya), STM (Taman Karya), maupun Universitas (Pendidikan Tinggi), yang dengan rasa hikmah mengikuti rangkaian kegiatan upacara.
Sebelum acara puncak dengan upacara, berbagai kegiatan sudah terlebih dahulu dilakukan keluarga besar Tamansiswa Padang, diantaranya melepas bibit penyu di pantai Air Manis, lomba memasak rendang, donor darah, dan juga jalan santai serta acara hiburan lainnya untuk menambah keakraban.
Amanah Ketua DPRD Sumbar Supardi dalam upacara puncak 1 abad Tamansiswa mengatakan, meskipun Ki Hajar Dewantara dari darah biru, namun tidak pernah membedakan dirinya dengan masyarakat kebanyakan.
Supardi juga menerangkan Ki Hajar Dewantara ikhlaskan dirinya untuk menikmati penjara di negri Belanda, karena protes dengan membuat artikel “andai aku seorang Belanda” yang intinya menolak kegiatan 100 tahun berdirinya negara Belanda dan diadakan di daerah jajahan.
Selama di penjara, Ki Hajar Dewantara belajar untuk mengakumulasi antara pendidikan Eropah dan Asia yakni perpaduan Belanda dan India, yang bisa diterapkan di Indonesia.
“Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat perlu diterpakan adalah ing ngarso sungtulodo (di depan sebagai petunjuk) ingmadya mangunkarso (ditengah sebagai pendorong), tutwuri Handayani (dibelakang sebagai pendorong), artinya guru sebagai contoh untuk perbaikan dan kebaikan,” tegas Supardi, Minggu (3/7/2022).
Ditambahkannya, konsep tiga dinding Ki Hajar Dewantara, dengan tidak membuat jarak antara pendidik dan yang didik, serta memanusiakan-manusia, merupakan konsep terbaik Ki Hajar Dewantara.
“Meskipun mengadopsi sebagian sistem Barat, namun Tamansiswa tidak mau memasukkan kurikulum berbau Belanda pada pendidikannya, sehingga sempat sekolah ini sempat dibekukan, namun Tamansiswa tetap teguh dengan berbagai pertimbangan, untuk kebaikan bangsa ini,” tutur Supardi lagi.
Ketua DPRD Sumbar Supardi juga mengulas sedikit perkembangan berdirinya Tamansiswa di Sumatera Barat, berawal dari Pasaman selanjutnya pindah ke Sawahan Padang, dan akhirnya ketika mendapat bantuan tanah dipindahkan ke Padang Baru sampai saat ini, yang didirikan Ki Haji Yusuf Nur, saat ini dilanjutkan Anaknya Ki Irwandi Yusuf anaknya.
Selain mengulas Tamansiswa, Supardi juga menyampaikan rasa prihatin pada guru-guru, termasuk pegawai honor yang pada tahun depan belum jelas apa gimana posisinya, jumlahnya mencapai ribuan.
“Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita sebagai guru, karena guru bukan hanya mendidik di kelas, tapi juga sebagai guru anak-anak di rumah, sebagai guru di tempat bekerja, dan juga tempat lainnya, untuk menciptakan kebaikan,” tambah Supardi lagi.
Upacara 1 abad Tamansiswa ditutup dengan melagukan Himne Tamansiswa dan ditutup dengan do’a, dihadiri juga anggota DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim, sekda Solok Selatan serta beberapa pejabat publik lainnya.
Sumber : disini